Sabtu, 15 Mei 2010

Pengaruh Aktivitas Manusia terhadap Kerusakan Lingkungan

Pengaruh Aktivitas Manusia terhadap Kerusakan Lingkungan
Oleh : Wulandari
(Dalam Lomba penulisan Artikel Ilmiah Pertanian Berbasis Web)


http://daus1975.files.wordpress.com/2007/10/polusi-udara-sumber-wwwbplhdjakartagoid.gif

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLqUT9Y5AVXh3ue1rtvY_dKgQw0u7e6h2KwHFfwhbPlZJaUFCrYzZfE1WrT20LEUBIJ-LuEQzsrfTpHhZNRzduJiBLY01rDwWbNVzhKm0NUg6u6pHi8JE9gQqYbghHivzAysIT7n0cPOM/s400/slum+sby2.JPG

http://rieko.files.wordpress.com/2009/03/pencemaran-udara.jpg
Aktivitas manusia terhadap lingkungan memberi banyak dampak terhadap lingkungan dan ekologi, seperti pemanasan global, kerusakan lapisan ozon, deforestation, pemusnahan spesies, kerusakan/ pencemaran air, toksifikasi global,erosi / kerusakan tanah dan lahan, dan kerusakan budaya.
Proyeksi tentang situasi akhir abad 21 dalam World Resources 2008 (WRI, 2008) digambarkan secara sederhana sebagai berikut :
1. Kesejahteraan dunia meningkat dimana Brazil, India, dan china muncul sebagai kekuatan baru yang berpengaruh, namun dalam realitasnya, kesejahteraan cenderung terkonsentrasi pada sekelompok populasi kecil dunia.
2. Penilaian ekosistem millenium (Millenium ecosystem assesment) pada tahun 2005 menemukan bahwa jasa 15 dari 24 ekosistem utama mengalami degradasi atau dimanfaatkan secara tidak berkelanjutan.
3. Walaupun masih diperdebatkan saat ini kita masih mengalami konsekuensi dari perubahan iklim, antara lain: kecepatan pencairan es kutub yang lebih cepat darei model prediksi yang telah ada sebelumnya. Banjir adalah salah satu akibat dari perubahan iklim yang cepat ini. Peningkatan suhu 3-4 derajat celcius dapat menyebabkan sekitar 330 juta orang di dunia kehilangan tempat tinggal akibat banjir. Tentu apabila tidak diantisipasi korban akan semakin meningkat mengingat sekitar satu miliar orang hidup di pemukiman kumuh yang rentan terkena banjir. Diproyeksikan pada tahun 2020 mereka akan bertambahmenjadi 1,4 miliar pada tahun 2030 menjadi 2 miliar jiwa. Meningkatnya suhu air laut juga akan menyebabkan adanya badai tropis.

http://www.gaulislam.com/wp-content/uploads/2007/12/instrumental_temperature_record.gif

http://tenerife-training.net/Tenerife-News-Cycling-Blog/wp-content/uploads/2008/02/global_warming_predictions.png
Dalam konteks pembangunan berskala global, Indonesia merupakan beban dunia akibat beberapa kondisi
1. Penyumbang gas emisi rumah kaca dari deforestasi
2. Kepunahan spesies, baik di ekosistem daratan maupun di perairan
3. Kerusakan lingkungan yang sangat tinggi akibat lewah panen (over exploitation) dan pencemaran
4. Penyempitan spektrum pertanian secara umum
5. Pertumbuhan populasi manusia yang cukup tinggi
6. Pergeseran nilai budaya pada prakondisi yang tidak memadai (lompatan budaya)
Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity dan memiliki endemisitas yang tinggi. Meskipun luas Indonesia hanya 1.3 persen dari luas bumi, tetapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi meliputi : 10% dari total spesies tumbuhan berbunga, 12% dari total spesies mamalia, 16% dari total spesies reptilia, 17% dari total spesies burung, dan 25% dari total spesies yang ditemukan di muka bumi. Hutan hujan tropika indonesia tercatat memiliki kurang lebih 25.000 spesies tumbuhan berbunga, termasuk kekayaan spesies palem (Aracaceae) terbeaar di dunia dan lebih dari 400 spesies anggota famili Dipterocarpaceae, “Primadona” kayu tropika. Dalam skala global, indonesia dicatat sebagai negara yang memiliki keanekaragaman spesies tertinggi untuk mamalia (515 spesies, 36% endemik), dan kupu-kupu sayap burung (121 spesies, 44 % endemik), kedua untuk ikan air tawar (kurang lebih 1100 spesies), ketiga untuk reptilia (kurang lebih 600 spesies), keempat untuk burung (kurang lebih 1519 spesies, 28% endemik), kelima untuk amphimbi (270 spesies), ketujuh untuk tumbuhan berbunga. Kekayaan spesies ikan laut juga sangat tinggi, setidaknya tercatat 1900 spesies untuk ikan karang, 300 spesies ikan laut dalam, 3250 spesies ikan laut. Diantara spesies ikan tersebut tercatat 100 spesies ikan endemik, 20 spesies ikan introduksi dan 80 spesies terancam kepunahan.
Kekayaan mega-biodiversity ini sekarang berada dalam situsasi kritis. Setiap tahun tak kurang dari 2 juta hektar hutan di Indonesia mengalami deforestasi dan degradasi. Demikian tingginya laju kerusakan hutan ini sehingga kawasan berhutan di kawasan padat penduduk seperti Jawa hanya tinggal sekitar 0.4 hektar( tahun 2005). Berbeda dengan 15 tahun sebelumnya yang masih satu juta hektar (tahun 1989), atau pada satu abad sebelumnya yang mencapai 10 juta hektar. Kerusakan hutan ini berulang bahkan dengan intensitas yang lebih besar di Pulau Sumatra dan Kalimantan, serta pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Papua. Seperti diketahui kerusakan hutan ini menjadi pemicu krisis ekologi lain : krisis air, kekeringan, banjir, longsor, kualitas air sungai, sedimentasi, dan kekeruhan di pesisir dan laut, dan ancaman terhadap kehidupan biota laut, termasuk terumbu karang. Degradasi dan deforestasi hutan ini disinyalir telah memberikan konstribusi nyata terhadap perubahan iklim global.
Krisis ekologi juga berlangsung di ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Dalam lima dekade terakhir kerusakan terumbu karang meningkat dari 10% menjadi 50%. Sehingga menjekang akhir abad ke-20, hanya tersisa 6% saja dari terumbu karang di indonesia yang berada dalam keadaan sangat baik (lebih dari 75% merupakan terumbu karang hidup).
Sementara terumbu karang yang berada dalam kondisi moderat dan rusak, berturut-turut mencapai 30% dan 41%. Bila kecepatan kerusakan ini terus berlangsung maka dalam satu atau dua dekade mendatang sebagian terumbu karang di perairan indonesia berada dalam punah, dan sisanya akan terancam dalam dua hingga empat dekade mendatang. Kerusakan ini terjadi akibat pemboman, peracunan, dan pengambilan karang, serta pencemaran dari aktivitas di daratan dan transportasi laut. Bahkan akhir-akhir ini kerusakan terumbu karang juga dipicu oleh berubahnya iklim (coral whitening).
Hilangnya pulau-pulau kecil merupakan ancaman langsung, tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi dan ekosistem, juga terhadap geopolitik kita, mengingat pulau terluar merupakan pijakan penting dalam menentukan batas wilayah dengan negara lain (Satria, 2007). Selain kenaikan permukaan air laut, peningkatan suhu air laut juga akan berdampak pada keanekargaman hayati di wilayah pesisir dan laut. Secara umum dengan meningkatnya suhu sebesar 1.5-2.5 derajat celcius, maka 20%-30% spesies tumbuhan dan hewan terancam. Kenaikan permukaan air laut juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove. Pada tahun 1990-an luas mangrove yang ada di Indonesia sekitar 9.2 juta hektar, dan tingkat kerusakan 57.6 %. Rusaknya mangrove akan berdampak pada abrasi pantai karena tidak adanya penahan gelombang. Begitu pula pencemaran sungai ke laut juga akan meningkat karena tidak adanya penyaring polutan, dan beberapa spesies juga hilang. Serta kegiatan budidaya perairan tradisional akan menghilang dengan sendirinya.
Pencemaran udara pun sangat berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi terutama akibat pembakaran pada kendaraan bermotor. Menurut hasil penelitian Ekawati (1998), pencemaran yang diemisikan oleh sepeda motor secara nyata berpengaruh pada kerusakan (abnormalitas) pada daun beberapa jenis tanaman. Terjadinya penambahan atau pengurangan ukuran sel merupakan indikasi terjadinya penambahan atau pengurangan massa sel. Hal ini merupakan respon tanaman untuk mempertahankan keseimbangan fungsi fisiologis, terutama pada daun yang merupakan tempat fotosintesis. Perubahan bentuk sel, variasi penbambahan atau kenaikan maupun pengurangan ukuran sel, menunjukan respon dari masing-masing sel tanaman terhadap tekanan yang diberikan lingkungan berupa udara yang tercemar. Asap pencemar udara diduga telah menyebabkan kerusakan pada jaringan-jaringan daun. Kerusakan jaringan ini dapat dilihat dari permukaan daun sebagai klorosis dan nekrosis (Treshow dan Anderson, 1989). Kerusakan jaringan daun ini langsung akan mempengaruhi kegiatan fotosintesis yang sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Menurut Filter dan Hay (1988), polutan dapat menyebabkan perubahan dalam respon stomata, struktur kloroplas, fiksasi CO2 dan transpor elektron dalam proses fotosintesis. Dosis polutan jangka pendek menyebabkan cepatnya penekanan dalam laju fotosintesis. Tertekannya laju fotosintesis secara nyata akan mempengaruhi besarnya energi yang dihasilkan. Anonimus (1985) dan Siahaan (1996) menjelaskan bahwa jika energi yang dihasilkan dari fotosintesis rendah maka proses pertumbuhan tanaman juga akan terhambat. Akibat lain pada pohon dari pencemaran udara adalah gugurnya daun. Menurut Suratmo (1974), gejala yang terlihat akibat adanya pencemaran udara yaitu daun gugur dan apabila parah maka sebagian dari pohon akan mati atau pohon akan mati. Diduga daun akan menggugurkan daun setelah terlebih dahulu terjadi kerusakan jaringan daun yang ditunjukan dengan adanya gejala nekrosis dan klorosis. Menurut Smith (1981) dalam Dahlan (1995) menyebutkan bahwa polutan udara akan terakumulasi pada permukaan daun atau diserap melalui stomata yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan.
Pada beberapa jenis pohon ada beberapa yang peka terhadap pencemaran udara sehingga pertumbuhan pada pohon tersebut terhambat. Umumnya gejala yang terlihat adalah pohon tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan pendek. Sehingga untuk memilih jenis pohon yang digunakan sebagai penyaring polutan pada jalan raya lebih baik adalah jenis pohon yang tidak peka terhadap pencemaran udara, karena pertumbuhan pohon tersebut akan normal dan akan memiliki jumalah daun yang banyak sehingga lebih banyak menyerap karbondioksida hasil pembakaran kendaraan bermotor. Menurut Fakuara (1986), salah satu persyaratan yang diperlukan dalam usaha pemilihan jenis tanaman yang akan dikembangkan dalam pembangunan hutan kota adalah dapat menggugurkan daun dalam periode tertentu. Selanjutnya dijelaskan bahwa dengan menggugurkan daun ini polutan yang diserap maupun yang menempel pada daun akan ikut rontok.
Akibat yang telah terlihat sekarang ini akibat pencemaran yang terjadi akibat aktivitas keseharian manusia menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global diakibatkan adanya gas-gas yang terperangkap di atmosfer bumi sehingga menyebabkan pantulan sinar dan panas dari bumi tidak terpantul ke luar angkasa tetapi terperangkap di atmosfer bumi sehingga suhu bumi meningkat, permukaan air laut meningkat. Gas-gas penyebab tersebut antara lain adalah gas metana (CH4), gas dinitro oksida (N2O), gas karbon dioksida (CO2).
Diperkirakan suhu bumi dalam beberapa dekade akan semakin meningkat apabila suhu bumi meningkat dengan drastis seperrti saat ini, sehingga diperlukan kesadaran dan upaya dari kita untuk menjaga lingkungan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global: menerapkan sistem recycle, reuse, reduse, mengurangi penggunaan jumlah kendaraan bermotor dengan cara menggunakan kendaraan umum sehingga jumlah karbondioksida hasil pembakaran kendaraan bermotor berkurang, menggunakan aturan umur kendaraan, membuang sampah pada tempatnya, penghijauan kembali (reboisasi).

Daftar Pustaka
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/7186/1/Buku_ARS_EKOLOGI_Versi_9_Januari_2010.pdf
http://katalog.perpustakaan.ipb.ac.id/jurnale/files/Arief_Sabdo_Yuwono_methane_emission.pdf
http://katalog.perpustakaan.ipb.ac.id/jurnale/files/Endes_N_dampak_pencemaran_udara.pdf
http://e-material.perpustakaan.ipb.ac.id/skripsi/2000/E/E00lnu.pdf
http://e-material.perpustakaan.ipb.ac.id/skripsi/2008/F/F08aby.pdf
http://daus1975.files.wordpress.com/2007/10/polusi-udara-sumber-wwwbplhdjakartagoid.gif
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLqUT9Y5AVXh3ue1rtvY_dKgQw0u7e6h2KwHFfwhbPlZJaUFCrYzZfE1WrT20LEUBIJ-LuEQzsrfTpHhZNRzduJiBLY01rDwWbNVzhKm0NUg6u6pHi8JE9gQqYbghHivzAysIT7n0cPOM/s400/slum+sby2.JPG
http://rieko.files.wordpress.com/2009/03/pencemaran-udara.jpg
http://www.gaulislam.com/wp-content/uploads/2007/12/instrumental_temperature_record.gif
http://tenerife-training.net/Tenerife-News-Cycling-Blog/wp-content/uploads/2008/02/global_warming_predictions.png